Ini Random

Semua orang bebas berspekulasi. Termasuk tentang tulisan dan puisi yang gue buat. Ada sebagian yang membaca dan berhasil meng-interpretasi-kan nya menurut pandangan mereka. Ya ga salah, dan ga juga bener. Tetap aja, the sense of its actual feeling cuma gue yang bener bener tahu. Gue emang sengaja sih, hehe. Karena gue masih malu banget buat jadi 'gamblang'. Gue gabisa tuh jor-joran jujur ini buat siapa, itu buat siapa "you" yang selalu gue tulis tuh buat siapa. That was indeed my privacy, even in my works I tend to show it implicitly, no wonder just a really few of my closest who understands it. Itu pun cuma sekitar 40-50 persen. Selebihnya, tentang itu emosi apa, ditujukan untuk siapa, temen temen gue pun cannot exactly tell. Apalagi tulisan-tulisan gue sebelum ini tuh bener-bener absurd. Bahkan ga layak buat di publish menurut diriku yang hina namun perfeksionis ini. Sebenarnya malu sih, walaupun dari dulu suka nulis tapi kan tulisan gue ya cuma buat konsumsi gue sendiri, and it's way of relieving my entangled amount of stress. Asal kalian tahu I stressed too much until I nearly bald, literally. Jadi itu bukan melebih-lebihkan ya. My mom even said "how could you loss your hair this much, your hair used to be so thick until the hairband nearly busted". Sekarang tinggal aku dan rambut tipisku. 

Ngomong ngomong, Ada satu dari sekian poems yang gue buat, itu gue buatnya sambil berkaca-kaca. Sedalem itu. Gue gamau ngomong yang mana. intinya gue tunjukan itu buat dia. yang sepersekian detik ngelihat fotonya aja udah bikin perut gue mules, tenggorokan tercekat, dan ketar ketir nahan emosi karena saking sukanya gue sama dia. This feeling. Yang bikin gue makin mengutuk diri sendiri. Kenapa sih it won't disappear, why would I be a constant idiot this fuckin' times? Awal-awal publish itu, jujur gue takut. Gimana kalau ada yang tahu. Tulisan itu menurut gue terlalu jujur dan sumpah gue gamau ya kalau harus jadi bahan pergunjingan karena kejujuran gue. Gue pernah berada di circumstance yang ngebuat gue terkungkung banget sampai nafas aja susah. Boro boro buat let out my feelings, gue jujur sama diri gue sendiri tentang mau gue nih sebenernya apa aja kaga bisa. Se coward itu. Se menyiksa itu. (Btw ini playlist gue pas banget, nulis pas bagian ini dengan background music playing Ardhito Pramono-fake optics) balik lagi ketulisan. Jadi ada salah satu temen gue yang mengasumsikan kalau that poem tuh buat dia. Padahal ya iya bisa jadi, kalau gue baca-baca lagi sih nyambung juga. Tapi dia yang temen gue maksud ga sama kayak dia gue. So Im safe. I don't have to gemetar dan keringat dingin karena merasa terobrak abrik oleh terbongkarnya hal hal yang emang ga sepatutnya orang awam tahu. Cuma gue yang harus tahu tenang diri gue sendiri. Orang lain gaperlu tahu. Lagian gue juga kalau open up to people paling cuma 20% dari the whole story. Bisa jadi di satu orang gue cuma cerita baiknya gue, di orang yang lain gue cuma cerita buruknya gue, yang tahu sebenernya gue baik atau buruk ya honestly cuma gue dan Tuhan gue. Kalian toh gaperlu tahu gue yang sebenernya kayak gimana. Ga ada pengaruhnya juga buat hidup kalian.

Terus gue tuh heran banget sama diri gue ini. Kenapa sih se inferior ini, se insecure ini. Bahkan buat IG story draft tulisan-tulisan gue sendiri aja malu dan takutnya minta ampun. Kenapa gue gabisa se bebas orang-orang di luar sana sih. I know I've been through a lot till I can't even let things out of my chest. Itu sakit. Tapi gimana? Mangkanya gue juga lagi belajar untuk lebih berani lebih jujur sama diri gue sendiri. Kalau ini loh yang gue mau, bukan standar yang society kasih ke gue. Tapi gue punya standar sendiri tentang gue mau jadi manusia yang kayak gimana. Asal gue ga nge bunuh orang dan ga ngebuat kerusuhan di masyarakat kenapa sih gue setakut itu? This constant question keeps on sticking in my brain this whole time. I know the answer yet I seem failed to implement it for my own damned self. Semua ini ngebuat gue jadi manusia yang meticulously perfectionist tapi grusa grusu. Dua hal itu kontras tapi tabiat gue ya dua hal itu. Gue bahkan terlalu technical untuk sesuatu yang seharusnya bisa pakai feeling. Dungu emang. Kenapa sih gini banget. Lihat aja bahasa penulisan di tulisan ini yang ga kalah sama nasi campur dan gado-gado di kantin FBS, campur campur ga beraturan. Ini sejujurnya curhatan receh aja karena terlanjur gabisa tidur karena mikir kenapa sih exam esc harus hari Jumat. Gue kan mau dirumah sampai minggu. Lesap deh rencana seminggu di rumah. Lagian nanggung banget exam hari jumat. Gue gasuka di surabaya. Gue nggak bahagia. Silahkan sumpah serapah kalian yang mengatakan aku manusia serakah kurang iman dan tidak pernah bersyukur. Fuck that shit. Ada hal hal yang bahkan gue ga bisa ngomong ke siapapun kenapa gue nggak bahagia. Ga heran kenapa orang rumah pada ngomong "kuliah kurusan ya,", "kamu makin kecil kak,", "awak mu makin entek ngono miker jeru seru ta?" (kamu makin kurus, mikir banget ya?) Iya. Kuliah berat. Bukan matkulnya bukan juga dosennya. Tapi... udah gue gamau bilang disini, nanti ga personal lagi. Lagian kalaupun gue jujur kenapa gue gabahagia. Emang ada yang peduli? Mereka semua toh memaksakan kehendak yang menurut mereka terbaik buat gue. Padahal yang ngejalanin gue. Yang berdarah-darah gue juga.

Emang dasar manusia ga tau syukur banget gue ini, gatau diri banget. Haha. Udah sekian, capek.

Comments

  1. Woww😭😭 actually i have a lot of insecurities too. You go gurl. Never let someone drag you down👏🏽

    ReplyDelete
    Replies
    1. YOU TOO GURL. Keep on writing. Your blog is unbearably good also, I enjoy reading them.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts