pertama.

Sebagai pertama yang lahir, hidup, berjuang, gagal, bangkit dan yang selalu dibangga-banggakan. There's an actual time for me to be this empty. One I should clarify the most, I'm not that good. I'm not that glow up, I'm not that intelligent and I'm not that one who knows it all. I'm as ordinary as I am. Please don't make my existence to be that wholesomely awesome and standout cause I don't deserve it. I'm way too miserable to be called "anak kebanggan keluarga" I'm not that smart, I don't even know what I should do next; what will I do with my future? I'm tired hearing all of those expectations- knowing that I'm really this bad. Seeing those eyes which hope the world for me makes me even more suffering.

Beban moral dan mental anak pertama memang nggak sebercanda itu. Di tuntut untuk jadi yang paling tahu dan bisa akan segala hal, jangan sampai gagal, harus kuat, harus sukses, harus jadi contoh buat adik-adik, harus rela di kecam sama dunia, dan yang paling penting.., harus sempurna. Dituntut untuk tetap berdiri tegak di hantam semua itu rasanya ga main-main capeknya. Almost everyone in this entire family assumes that I'm made of gold and gem. Nyatanya, gue manusia. Terbuat dari millions of fragmented emotion, yang ngerasain sakit juga. Kalau marah bisa emosi, kalau sedih bisa nangis, kalau dipukul bisa bales mukul. Tapi nyatanya dari kecil gue punya kontrol diri yang kelewat bagus. Embrace my emotion gak ada tuh di kamus gue, yang ada cuma tahan, tahan, dan tahan. Sampe segede gini gue jadi clueless dan mati rasa. cuma jadi boneka dikasih nyawa yang harus di set dulu sama empunya tentang apalagi yang mereka harapkan untuk gue lakuin kedepannya.

Bahkan, having a deeptalk sama keluarga aja gue gatau rasanya gimana. Kalau nggak ada pencapaian ya diem dieman. Boro-boro deeptalk, di peluk, di semangatin aja nggak pernah. Yang gue tahu cuma ekspektasi besar mereka, sanjungan-sanjungan mereka untuk gue yang ga pantes banget di sanjung. Semakin mereka memuji, semakin gue muak, semakin gue ga kenal sama diri sendiri. Because deeply I know, itu cuma cara mereka untuk menyombongkan diri "ini loh gue berhasil mendidik anak pertama gue, ga pernah macem-macem, penurut, pendiem" bisa bisa kepanasan mereka ngelihat tingkah gue di depan temen-temen gue. Gue cringe sendiri kalau di puji tentang diri gue yang palsu. Karena gue gabisa 100% baik terus, pasti ada sisi gelap yang sebisa mungkin gue sembunyiin.

Gue pikir dengan kuliah mereka akan mereda, eh malah makin menjadi-jadi. Bahkan, besi tralis yang mereka pasang di pundak gue makin kuat aja. Gue tahu, gue terkesan rebel banget dan nggak tahu di untung dengan nulis ginian, bukan berarti gue ga pengen ngebahagian mereka, gue pengen banget malah, tapi nggak gini caranya. Let me decide my own way. Don't always set your boundaries around me cause I have my own. Tanpa kalian berdalil setiap hari tentang kewajiban gue untuk diri gue sendiri dan adik gue kedepannya gue udah tahu betul tanggung jawab gue gede, gausah di ulang-ulang terus. Sadar ga sadar, kapan terakhir kalian bangga sama gue karena gue as I am, bukan karena pencapaian gue? SD kelas 4 mungkin. Eh gatau deh lain lagi ceritanya kalau gue waktu itu gadapet rangking 1. Mungkin ngga akan kayak gini. But that's useless, nyalahin keadaan nggak akan pernah ada habisnya. Toh ini semua bakalan balik lagi ke gue, ujung-ujungnya ya gue yang harus bertanggung jawab atas semua pilihan mereka dan pilihan gue sendiri yang ga pernah berani buat ngomong. Dan lagi, kenapa gue yang harus bertanggung jawab atas kebahagiaan kalian, keluarga gue? Bukannya, kebahagiaan itu tanggung jawab diri kita masing-masing?


Gue saking mati rasanya kayak udah meh aja walaupun semua orang terang-terangan ga suka sama gue, dengan keberadaan gue aja mungkin ngebuat mereka risih banget dan siap jadiin gue topik buat bahan focus group discussion mereka. read; Ghibah. Gue gapeduli. Im dealing with my own shit and that's pretty exhausting, I have no time to take an actual action or even to take a small sight about them. Just let them be. Dengan menjadi diri gue yang seperti sekarang ini, I've been through a lot. dari yang sempet ga peduli tentang apapun, termasuk tentang agama, terus akhirnya kesandung jadi mabok agama, terkungkung sama harapan besar keluarga, terseok-seok sama ambisi diri gue sendiri... tapi satu yang selalu gue rasain di setiap fase nya, gue tetep kosong. Lubang besar di hidup gue yang bakalan selalu ada, se relijius apapun gue mencoba (walau emang ngga ada relijius-relijius nya) tetap aja ga bisa bikin gue bahagia yang bener-bener bahagia.

Gue bahkan lebih menikmati diskusi sama orang baru dibanding sama keluarga gue, curhat sama mereka yang bukan siapa-siapa gue jadi lebih berarti karena rantai emosi nggak akan terpasang di tenggorakan gue dan nggak menghalangi gue untuk terbuka dan ngomong. Nggak heran keluarga gue mungkin nggak akan kenal siapa gue, if I show my actual self to them. Saking asingnya gue dirumah, space gue ya cuma di kamar, sebisa apapun gue menghindar untuk diceramahin mereka karena uda apal banget sama dalil dalil mereka, ekspektasi mereka. So, the feeling to be in actual home sukar banget gue rasain sekarang, yang ada jenuh mulu. Bahkan untuk sekedar dapet incentive biar bisa lebih memanusiakan diri sendiri aja gue lebih bisa menyerap motivasi-motivasi dari luar yang nggak akan pernah gue dapet dari keluarga gue sendiri. Karena se awkward itu hubungan gue dan keluarga gue. Dan itu yang bikin gue mikir kalau that's it. I'm craving an actual comunication with my mom and dad. Tentang apa yang terjadi di hidup gue kemarin dan hari ini. Ngga melulu bahas soal masa depan yang malah bikin gue stress, seakan beban mental itu kecil banget buat mereka. Mungkin sehari dua hari cerita soal masa depan bakalan menyenangkan, tapi kalau hampir setiap ada kesempatan buat ngomong yang mereka tekankan cuma jadilah orang dimasa depan (jadi selama ini gue bukan orang), jadilah sukses, jadilah berhasil, buat kita bangga. Gue capek. Bayangin, udah berapa kali gue ngomong "gue capek" di tulisan ini. Udah dulu, kalau gue lanjutin ngga kebayang deh berapa kata "gue capek" yang bakalan gue tulis. Thanks to the one who'll read this. if you have the same feeling as me, knowing that you're not alone. Cause I'm here too.

Comments

  1. So deep 😭 sama kok aku kdg pengen jadi kucing aja gausah repot2 mikir masa depan 😭

    ReplyDelete
  2. Bener bgt aku juga mauu jadi kucing

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts